ABSTRAK
Jatinangor terletak di antara Sumedang dan Bandung. Kawasan ini diklasifikasikan sebagai kota menengah dengan fungsi perumahan, pusat perdagangan dan jasa, pendidikan dan pariwisata. Kawasan ini ingin mengadopsi konsep kawasan perguruan tinggi di luar negeri, seperti Edinburgh, Tsukuba, dan Stanford. Hal ini dimulai dengan berdirinya empat perguruan tinggi yaitu Unpad, Unwim, Ikopin dan STPDN/IIP. Di Kawasan Pendidikan ini, hadir pula beberapa sarana/prasarana wisata maupun fasilitas lainnya seperti: hotel, mall, padang golf, dan bumi perkemahan. Berdasarkan lokasinya yang terletak di kaki Gunung Manglayang, pengembangan wilayah di
Jatinangor memerlukan kajian geoteknik mencakup analisis kestabilan lereng dan analisis daya dukung tanah yang sesuai untuk penempatan fondasi infrastruktur. Untuk fondasi dangkal jenis
tapak berbentuk segi-empat, daya dukung yang diijinkan berkisar antara 31.030 kg/cm2 sampai 67,284 Kg/cm2. Kekuatan daya dukung tanah (qa) menyebar di berbagai tempat bergantung kondisi keteknikannya. Nilai aktivitas tanah (A) berdasarkan metode Skempton (1953, dalam Lambe and Whitman, 1979) bernilai 0,38 sampai 0,81. Berdasarkan Williams & Donaldson (Hunt, 2007), potensi tanah ekspansif berkisar dari rendah sampai sangat tinggi. Kajian awal mengenai hubungan antara nilai dayadukung tanah yang diijinkan (qa) untuk fondasi dangkal (jenis tapak berbentuk segi-empat) dengan nilai Aktivitas A (yang bernilai aktivitas sedang-tinggi), memperlihatkan hubungan dengan persamaan Power regression qa = 18,6712 A(-2,0691), koefisien korelasi =-0.7289. Semakin meningkat angka Aktivitas (A), semakin menurun nilai daya dukung tanah (qa). Pada kajian pendahuluan hubungan antara kemiringan lereng ( ) dengan Faktor -0,7875 (R = -0.8437). Hubungan negatif pada persamaan tersebut menggambarkan: Semakin meningkat angka Aktivitas (A), semakin menurun Faktor Keamanan (F). Secara umum, lereng 46,52o berada pada kondisi lereng kritis
F=1,07.